Monday, 25 September 2017 10:59

SEMINAR NASIONAL PROSPEK DAN TANTANGAN GELAR SARJANA HUKUM BAGI ALUMNI FAKULTAS SYARIAH IAIN PEKALONGAN

Written by

Selasa (19 September 2017), Fakultas Syariah mengadakan seminar nasional (semnas) bertajuk prospek dan tantangan sarjana Hukum (S.H) bagi Alumni Fakultas Syariah dengan mendatangkan dua narasumber. Narasumber yang pertama adalah Hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dr. A. Mukti Arto, S.H., M.Hum. Narasumber yang kedua adalah ketua DPP Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), Drs. H.Eman Sulaiman, M.H. Seminar ini dihadiri ketua pengadilan agama dan pengadilan negeri se eks karesidenan Pekalongan, Kendal dan Semarang, dosen Fakultas syariah, dan mahasiswa fakultas syariah IAIN Pekalongan.

Sebelum seminar dimulai, Dr.Sam’ani Sya’roni, MA memberikan sambutan selaku ketua panitia semnas. Pemberlakuan gelar SH bagi lulusan fakultas Syariah membutuhkan rekronstruksi kurikulum Fakultas Syariah agar bisa memiliki kompetensi dan daya saing yang tidak kalah dengan lulusan fakultas Hukum. Diharapkan lulusan fakultas syariah bisa terserap ke dalam lapangan pekerjaan di pengadilan agama maupun pengadilan negeri yang ada.

Dekan Fakultas Syariah IAIN Pekalongan, Dr.Akhmad Jalaludin, MA juga memberi sambutan. Dalam sambutannya beliau menyampaikan sejarah Fakultas Syariah IAIN Pekalongan yang awalnya dari fakultas Syariah di Bumiayu, hingga menjadi Fakultas Syariah di bawah IAIN Pekalongan tahun 2017. Dekan Fakultas Syariah menyampaikan visi fakultas syariah pada sambutannya yaitu visi : Menjadi fakultas yang terkemuka dan kompetitif dalam pengembangan ilmu syariah dan hukum berwawasan ke Indonesiaan di tingkat nasional pada tahun 2036. Beliau juga menyampaikan terimakasih kepada ketua Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Negeri (PN) se eks karesidenan Pekalongan, Kendal dan Semarang yang sudah berkenan menerima mahasiswa fakultas Syariah untuk bisa melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) pada Juli-Agustus lalu. Dimohon pula para ketua PA dan PN bersedia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Fakultas Syariah. MoU ini sebagai pembaharuan kerjasama semenjak alih status STAIN Pekalongan menjadi IAIN Pekalongan, dan menjadi landasan kerjasama (berkaitan dengan PPL dsb.) antara kedua lembaga.

Sambutan yang terakhir dari Rektor IAIN Pekalongan, Dr. Ade Dedi Rohayana, M.Ag sekaligus membuka acara seminar nasional. Menurut beliau, pemberlakuan gelar SH pada lulusan Fakultas Syariah di lingkungan PTKIN berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No.33 Tahun 2016, di satu sisi menjadi peluang, di sisi lain menjadi tantangan. Hal ini harus diiringi kompetensi yang baik.

Sambutan-sambutan diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Fakultas Syariah IAIN Pekalongan dengan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri se Eks karesidenan Pekalongan, Kendal dan Semarang. Penandatanganan MoU ini sebagai pendukung sekaligus penguatan akreditasi Fakultas Syariah, maupun IAIN Pekalongan, baik di bidang institusi maupun akademisi.

Seminar nasional yang dihadiri lebih dari 300 mahasiswa Fakultas Syariah ini sangat menarik, terbukti dengan jumlah peserta seminar yang masih bertahan hingga akhir seminar, dan banyaknya mahasiswa yang ingin bertanya. Pak Mukti, begitu panggilan akrab Hakim Agung Mahkamah Agung RI ini menyampaikan dalam materi yang pertama, bahwa untuk menjadi hakim seperti dirinya, yang harus dilakukan adalah belajar dan belajar, diiringi tekad dan semangat kuat serta percaya diri yang tinggi. Alumni dari IAIN Sunan Kalijogo Jogjakarta yang lahir di Sukoharjo tahun 1964 ini mengatakan, bahwa meskipun banyak yang memandang sebelah kepada lulusan agama, jika kita mau belajar, kita bisa menjadi no.1 di bidang hukum. Maka kembangkanlah potensi gelar SH itu secara mandiri. Kelemahan kita adalah kita terlalu manja. Ibarat makan, menunggu disuapi dulu. Hanya yang mau belajar dan belajar saja yang bisa berhasil. Begitu papar pak Mukti yang juga transfer S1 Hukum di UNDARIS Semarang serta S2 Fakultas Hukum di UII Jogjakarta.
Pemaparan materi kedua dari pak Eman dimulai dengan pertanyaan apakah gelar itu penting. Menurut beliau, gelar bisa menjadi penting dan tidak penting tergantung kebutuhan dan profesi. Gelar menjadi penting jika dipandang dapat mengangkat status sosial seseorang, menjadi semakin percaya diri, membuka peluang dan mendaftar pekerjaan tertentu, serta memiliki wawasan yang lebih luas.

Berdasarkan peraturan yang ada, sudah jelas bahwa untuk menjadi jaksa, hakim, advokat, notaris maupun penegak hukum yang lain, persyaratannya adalah yang bergelar sarjana Hukum (S.H), sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa lulusan fakultas Syariah IAIN Pekalongan juga bisa berpeluang menjabat pekerjaan di bidang hukum. Menurut pak Eman yang merupakan advokat sekaligus dosen dan Fasilitator Bimbingan Perkawinan yang bersertifikat nasional ini, bahwa gelar S.H memiliki tantangan bagi alumni, baik eksternal maupun internal. Tantangan eksternal berupa kurangnya apresiasi terhadap alumni syariah sebagai ahli hukum, dan tantangan internal berupa lemahnya alumni syariah dalam bersaing dengan alumni fakultas hukum.

Selain itu, ada beberapa kelemahan internal berkaitan dengan gelar SH yang disandang alumni, diantaranya kurangnyapemahaman terhadap ilmu hukum sehingga alumni kurang mampu bersaing dengan alumni fakultas hukum yang lain, tidak memiliki keberanian dalam memasuki dunia profesi penegak hukum terbukti belum banyak yang menjadi advokat. Demikian papar pemateri kelahiran Cirebon tahun 1965 ini. Adapun upaya yang dilakukan menurut pak Eman, diantaranya meningkatkan kompetensi ilmu hukum bagi lulusan alumni syariah dengan memperkuat kurikulum pada mata kuliah ilmu hukum. Sehingga alumni fakultas syariah dapat dievaluasi secara equal dengan alumni fakultas hukum. Yang kedua, perlu mereformasi pendidikan tinggi hukum tidak terkecuali di fakultas Syariah. Yang ketiga melakukan sosialisasi dan advokasi ke berbagai pihak terutama instansi pemerintah/negara, bahwa alumni syariah sekarang bergelar SH dan equal dengan fakultas hukum, sehingga berkompetensi menjadi penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, notaris). Yang terakhir, menanamkan sikap percaya diri kepada mahasiswa fakultas syariah dan perlu diyakinkan bahwa mempelajari hukum umum bagi mahasiswa syariah jauh lebih mudah dibandingkan dengan mahasiswa fakultas hukum mempelajari hukum Islam (ushul fiqih dan fiqih).